Oleh: Mochamad
Bugi
Masuk Islamnya Penduduk Yatsrib
alhikmah.ac.id - Kota Yatsrib berpenduduk asli Suku Aus dan Suku Khazraj. Di
samping mereka, orang-orang Yahudi juga menentap di sana. Meski bermuamalah
dengan penduduk Suku Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi tidak bisa menutupi
sikap permusuhan mereka. Bahkan, orang-orang Yahudi ini menjanjikan bahwa akan
datang seorang nabi yang akan memimpin mereka memerangi Suku Aus dan Khazraj
sebagaimana memerangi kaum ‘Ad dan Tsamud.
Keyakinan akan datangnya nabi
tersebut begitu melekat di penduduk Yatsrib. Hingga suatu ketika di musim haji
Rasulullah saw. berdakwah dengan mendatangi kabilah-kabilah yang tengah
melaksanakan haji di Baitullah. Rasulullah saw. berjumpa dengan rombongan dari
Suku Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Orang-orang Khazraj saling
berkata kepada satu sama lain, “Ketahuilah, demi Allah, ini adalah Nabi yang
pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Maka, jangan sampai
mereka mendahului kalian.”
Spontan orang-orang Suku Khazraj itu
menerima ajakan Rasulullah saw. Mereka masuk Islam. Mereka kembali ke Yatsrib
dan mengajak kaumnya masuk Islam sehingga tidak ada satu pun rumah-rumah Suku
Khazraj dan Aus yang penghuninya tidak membicarakan tentang Rasulullah saw. dan
agama Islam.
Baiat Aqabah
Setahun setelah perjumpaan pertama
itu, 12 orang penduduk Yatsrib yang telah beriman pergi ke Mekkah untuk
melaksanakan haji dan menemui Rasulullah saw. Mereka bertemu di Aqabah. Di sana
mereka membai’at (bersumpah setia) kepada Rasulullah saw. Isi baiat mereka
adalah seperti baiat kaum wanita. Isi baiat nisa (wanita) adalah, pertama,
tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; kedua, tidak mencuri;
ketiga, tidak akan berzina; keempat, tidak akan membunuh anak-anak mereka
sendiri, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki
mereka, dan tidak berdurhakai Rasulullah dalam urusan yang baik.
Mereka juga shalat bersama
Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mengutus Mus’ab bin Umair untuk
mewakili Rasulullah saw. membacakan Al-Qur’an dan mengajarkan Islam kepada
mereka di Yatsrib.
Pada musim haji berikutnya Mus’ab
bin Umair membawa rombongan muslimin Yatsrib yang terdiri atas 73 pria dan 2
wanita menuju Mekkah. Mereka membuat janji bertemu dengan Rasulullah saw. pada
pertengahan hari tasyrik di Aqabah. Setelah lewat sepertiga malam di malam
waktu yang dijanjikan, rombongan itu menjumpai Rasulullah saw. secara
diam-diam.
Rasulullah saw. menerima mereka
didampingi oleh Abbas, paman beliau. Abbas menyelidiki ketulusan orang-orang
Yatsrib untuk membela Rasulullah saw. Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Aku
membaiat kalian untuk membelaku -jika aku dantang kepada kalian-seperti kalian
membela anak dan istri kalian; dan bagi kalian surga.” Setelah itu, satu per
satu orang-orang Yatsrib yang hadir berdiri dan membaiat Rasulullah saw. Lalu
Rasulullah saw. meminta mereka menyiapkan 12 orang naqib.
Setelah orang-orang Yatsrib
meninggalkan Mekkah, kabar tentang peristiwa baiat itu sampai ke telinga
kalanga Quraisy. Orang-orang Quraisy berusaha mengejar rombongan itu, namun
tidak berhasil menemukan.
Pada Baiat Aqabah kedua ini,
Rasulullah saw. menambahkan satu isi yang tidak ada di Baiat Aqabah pertama,
yaitu syarat ikut berperang. Kaum muslimin Yatsrib diminta berjanji untuk ikut
berperang di sisi Rasulullah saw. Ubadah bin Shamit r.a. adalah salah seorang
yang hadir dalam peristiwa itu. Ia berkata, “Kami telah berbaiat kepada
Rasulullah saw. pada baiatul-harbi (bai’at perang) untuk mendengar dan setia
dalam keadaan susah dan senang, dalam keadaan bahagia dan sengsara, serta
mendahulukan kepentingan dakwah atas kepentingan diri sendiri, tidak akan
menentang urusan dari ahlinya, mengatakan yang benar di manapun kami berada,
serta kami tidak akan takut kepada celaan orang lain dalam menegakkan agama
Allah.”
Hijrah Ke Madinah
Rasulullah saw. memberi izin kaum
muslimin untuk hijrah ke Yatsrib. Maka bergegaslah mereka hijrah diam-diam
secara sendiri-sendiri atau berombongan. Hingga kaum muslimin di Mekkah hanya
tersisa Rasulullah saw. bersama Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib serta beberapa
orang lagi yang ditahan paksa musyrikin Quraisy.
Kaum Quraisy tahu betul bahwa kaum
muslimin hijrah ke tepat yang strategis. Yatsrib adalah lintasan kafilah dagang
kaum Quraisy menuju Syam. Karena itu, mereka khawatir jika Rasulullah saw.
sampai ikut hijrah ke Yatsrib akan membuat fatal urusan dagang mereka. Maka
mereka berkumpul di Darun Nadwah.
Mereka sepakat masing-masing kabilah
akan mengirim seorang pemuda dengan pedang terhunus untuk membunuh Rasulullah
saw. secara bersama-sama. Dengan demikian, darah Rasulullah saw. menjadi noda
seluruh kabilah yang ada di Mekkah dan Bani Abdi Manaf tidak dapat menuntut
balas.
Rencana jahat itu disampaikan Ibis
dalam bentuk seorang tokoh dari Nejed, sehingga secara aklamasi disetujui oleh
orang-orang yang hadir.
Allah swt. mengutus Jibril a.s.
untuk mengabarkan rencana jahat itu. Kata Jibril, “Engkau jangan tidur malam
ini di atas tempat tidur yang biasa engkau gunakan.” Lalu Rasulullah saw.
memerintahkan Ali bin Abu Thalib tidur di tempat tidurnya dengan berselimut.
Para pemuda utusan seluruh kabilah
memata-matai rumah Rasulullah saw. Rasulullah saw. mengambil segenggam tanah
lalu melemparkan ke atas kepala mereka sambil membaca ayat ke-9 surat Yasin,
“Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding pula;
dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”
Rasulullah saw. dan Abu Bakar
bergegas menuju Gua Tsur. Di sana mereka bersembunyi selama 3 hari. Seekor
laba-laba menutupi mulut gua dengan anyaman jaring-jaringnya. Seekor burung
merpati bertelur di depan gua. Abu Fuhairah, pesuruh Abu Bakar, ditugaskan
mengembalakan kambing untuk menghapus jejak Rasulullah saw. Namun, para pencari
jejak kaum Musyrikin Quraisy sampai juga ke mulut Gua Tsur. “Jika salah seorang
di antara mereka melihat ke bawah, niscaya mereka akan melihat kami,” kata Abu
Bakar. Namun Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar, “Bagaimana engkau
mengira kita dua orang, padahal Allah yang ketiga.”
Di hari ketiga Abdullah bin Uraiqit
yang bukan muslim, datang membawa unta dan menjadi petunjuk jalan hijrah
Rasulullah saw. menuju Yatsrib. Sementara kaum Quraisy yang merasa kecolongan,
mengumumkan hadiah bagi siapa saja yang berhasil mendatangkan kembali
Rasulullah saw. dan Abu Bakar.
Suraqah berharap mendapat hadiah
itu. Ia menemukan jejak Rasulullah saw. Namun ketika mencoba mendekat,
Rasulullah saw. berdoa. Dua kaki depan kuda Suraqah terbenam ditelan bumi.
Suraqah memohon agar Rasulullah saw. mendoakan kudanya keluar dari himpitan
bumi dan ia berjanji akan menghalau para pemburu hadiah dari Nabi dan Abu
Bakar. Rasulullah saw. mengabulkan bahkan menjanjikan gelang Kaisar Persia.
“Bagaimana pendapatmu, wahai Suraqah, jika engkau memakai gelang-gelang Kisra?”
Janji ini terpenuhi di masa Kekhalifahan Umar bin Khathab.
Rute yang ditempuh Rasulullah saw.
menuju Yatsrib bukan rute biasa. Rasulullah saw. dibawa Abdullah bin Uraiqit
menyusuri pesisir Laut Merah. Dalam perjalanan itu Rasulullah saw. melawati
kemah milik Ummu Ma’bad. Tahun itu adalah musim kering dan tandus. Tidak ada
air. Rasulullah saw. meminta izin kepada Ummu Ma’bad untuk memerah seekor
kambing kurus miliknya.
Rasulullah saw. memerah susu kambing
itu. Satu bejana penuh mereka minum. Sebelum pergi melanjutkan perjalanan,
Rasulullah saw. memerah lagi satu bejana penuh untuk Ummu Ma’bad. Ketika suaminya
tiba, Ummu Ma’bad menceritakan peristiwa itu. Suaminya berkata, “Demi Allah,
aku berpendapat, dialah orang yang sedang dicari-cari oleh orang Quraisy.”
Tiba Di Madinah
Sejak mendengar kabar Rasulullah
saw. telah keluar dari Kota Mekkah, setiap hari kaum muslimin Yatsrib keluar
rumah menunggu-nunggu kedatangan beliau. Hingga orang yang ditunggu itu tiba
pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal di tahun ke-13 kenabian.
Seorang Yahudi berteriak-teriak di
atas bangunan tertinggi Yatsrib menginformasikan kedatangan Rasulullah saw.
Orang-orang menyambut Rasulullah saw. yang kemudian menginap di perkampungan
Bani Amr bin ‘Auf selama 14 hari. Di sini Rasulullah saw. membangun Masjid
Kuba. Di hari Jum’at Rasulullah saw. meninggalkan Kuba dan shalat Jum’at di
Bani Salim bin ‘Auf. Rasulullah saw. kembali meneruskan perjalanan. Orang-orang
berebut memegang tali kekang unta beliau dan menawarkan singgah ke rumah-rumah
mereka. Rasulullah saw. berkata, “Biarkan saja unta ini karena ia berjalan
menurut perintah.”
Unta Rasulullah saw. berhenti di
tanah milik dua orang anak yatim yang diasuh As’ad bin Zurarah. Rasulullah saw.
membebaskan tanah itu dengan harga yang layak dan membangun masjid. Itulah
Masjid Nabawi. Selama pembangunan masjid dan rumah, Rasulullah saw. tinggal
sebagai tamu di rumah Abu Ayyub Al-Anshari.
Setelah beberapa hari Rasulullah
saw. mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi menjemput keluarga Rasulullah saw.
yang tertinggal di Mekkah, kecuali putri Rasulullah yang bernama Zaenab.
Mempersaudarakan Mujahirin dan
Anshar
Selain membangun masjid, mengubah
nama kota dari Yatsrib menjadi Madinah, dan membuat perjanjian dengan
kelompok-kelompok Yahudi dan kabilah lainnya, Rasulullah saw. juga
mempersaudarakan antara kaum muslimin asal Mekkah -disebut Muhajirin-dengan
kaum muslimin asal Madinah -disebut Anshar–. Jumlah mereka seluruhnya 90 orang
pria. Mereka dipersaudarakan untuk saling tolong menolong dan saling memberi
warisan setelah mereka meninggal kelak, selain memberi warisan kepada kaum
kerabat mereka sendiri. Sampai ketentuan saling mewarisi ini dihentikan oleh
Allah swt. dengan turunnya ayat 75 surat Al-Anfal. Dengan persaudaraan ini,
beban sosial dari peristiwa hijrahnya kaum Muhajirin dari Mekkah yang tanpa
membawa harta sedikitpun, terselesaikan.
Perubahan Arah Kiblat
Selama 16 bulan Rasulullah saw.
melaksanakan shalat menghadap ke Baitul Maqdis, Palestina. Orang-orang Yahudi
mengklaim bahwa Rasulullah saw. menyamai kiblat mereka. Mereka berkata bahwa
arah kiblatnya sama dengan mereka, maka agama Rasulullah hampir menyamai agama
mereka.
Karena itu, Rasulullah saw.
menginginkan agar Allah swt. mengubah arah kiblat ke Mekkah. Atas harapan
Rasulullah saw. ini, Allah swt. menurunkan ayat 144 surat Al-Baqarah. “Sungguh
kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram.”
Atas perintah Allah swt. ini,
seluruh kaum muslimin membalikan arah kiblat 180 derajat, dari Baitul Maqdis
menuju Baitullah di Mekkah. Peristiwa besar ini menjadi ujian bagi kaum
muslimin dan juga kaum kafirin. (dkw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar