Selasa, 15 Oktober 2013

Nabi Ismail tidak diserupakan domba (Tuhan tidak sedang berakrobat)

Nabi Ismail tidak diserupakan domba (Tuhan tidak sedang berakrobat)
Oleh : Armansyah
Tulisan ini sebenarnya sudah cukup lama hendak saya buat, namun baru terwujud sekarang setelah pada salah satu khutbah hari raya ‘Iedul Adha tepatnya 1434H yang bertepatan dengan 15 Oktober 2013, saya mendengar khotib bercerita tentang kisah Nabi Ibrahim yang mengorbankan putranya, Nabi Ismail, dalam memenuhi perintah Allah.
Menggelitik saat kemudian sang khotib berkata bahwa pada waktu Nabi Ibrahim mengiris leher putranya tersebut dan keluar darah, maka sekonyong-konyong atas izin Allah dan kebesaran-Nya, maka putranya tersebut berubah menjadi domba.
Dalam bahasa sederhana, pada kasus ini, Tuhan bak pemain sulap!
Sungguh cerita diatas adalah batil, tidak memiliki sumber yang bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Aneh jika cerita anekdot seperti ini bisa keluar dari mulut seorang khotib yang berdakwah didepan umat. Harusnya sebelum sang khotib berdakwah, ia memeriksa lebih jauh content dakwahnya, jangan cuma copy-paste milik orang lain. Bahkan lebih jauh, seorang muballigh, harusnya paham dan tahu agama termasuk dalil-dalil yang ia gunakan. Sehingga tidak centang prenang menyampaikan sesuatu tanpa dasar ilmunya.
Semoga tulisan ini, bisa memberi kontribusi pada perbaikan cerita tentang pengorbanan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, sesuai dengan kitabullah.
Pertama, tidak benar bahwa Tuhan bermain akrobat dengan cara menyerupakan diri Ismail pada seekor domba. Kedua, Tidak ada ceritanya bahwa Nabi Ibrahim sempat menggorok leher putra satu-satunya itu sampai keluar darah.
ilustrasi-nb-ibrahim-ismail
(cuma ilustrasi, sumber: Google)
Berikut yang saya nukilkan dari surah as-Shaffat (surah ke-37 al-Qur’an) mulai dari ayat ke-102 :
Yaa bunayya, inni aroofil manaami annii azhajuka fan dzurmaadzaa taroo.
Wahay anakku, sungguh aku melihat didalam tidurku bahwa aku menyembelihmu, maka, bagaimana pendapatmu?
Qola, yaa aaba tif’almaa tu’maru.
Menjawab sang ananda, duhai ayahku. Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu.
Satajidunii insyaAllahu minasshobiriin.
Dengan izin Allah, engkau akan mendapatiku kedalam golongan orang yang sabar.
falammā aslamā watallahu lil’jabīni wanādaynāhu
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya)
an yāib’rāhīmu qad ṣaddaqta l-ru’yā
Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
innā kadzālika najzī l-muḥ’sinīna
sungguh demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
inna hādzā lahuwa l-balāu l-mubīnu


Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata

wafadaynāhu bidzib’hin ʿadzīmin
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
wataraknā ʿalayhi fī l-ākhirīna
Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
salāmun ʿalā ib’rāhīma
Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”
Jelas dari cerita al-Qur’an diatas, bahwa saat Nabi Ibrahim baru saja membaringkan putranya Ismail untuk memenuhi perintah Allah guna menyembelihnya (falammā aslamā watallahu lil’jabīni wanādaynāhu), aktivitas beliau dihentikan oleh Allah melalui turunnya malaikat kedekat mereka dan berseru  yāib’rāhīmu qad ṣaddaqta l-ru’yā….Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
Jadi tidak benar Ismail sudah sempat terpotong dan ketika Ibrahim melihatnya ia sudah berganti menjadi domba. Cerita yang benar adalah wafadaynāhu bidzib’hin ʿadzīmin.  Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Allah menebus Ismail dan menggantinya dengan seekor sembelihan yang besar artinya memberikan perintah pada Ibrahim agar mengurungkan niatnya yang pada dasarnya hanyalah  lahuwa l-balāu l-mubīnu suatu ujian yang nyata dan memberi perintah agar Ibrahim menyembelih hewan sebagai pengganti diri Ismail.
Istilah وَفَدَيْنَاهُ ( wafadaynāhu  ) pada ayat ini, merupakan bentuk pertama dari  تُفَادُوهُمْ ( tufādūhum   ) pada surah al-Baqarah ayat 85 tentang penebusan tawanan. Atau seperti pada surah Ali Imran ayat 91    افْتَدَىٰ ( if’tadā ) yang menyebutkan orang-orang kafir ingin menebus diri mereka dengan emas seluas bumi atas adzab Allah. 
Masih banyak lagi padanan yang sama didalam ayat-ayat lain pada al-Qur’an yang intinya istilah tersebut bukan dalam makna menyerupakan dengan atau mengganti secara ajaib namun lebih pada mengganti secara alamiah, menebus secara wajar tanpa ada unsur metafisik, sulap dan fantastis.
Adalah sikap keras dan sisi takhayul dari manusia dalam masalah-masalah agama yang akhirnya menjerumuskan manusia pada pembenaran dan penafsiran cerita-cerita agama sesuai khayalan mereka.
Semoga tulisan ini sekali lagi bermanfaat.,

di post oleh Armansyah,
Palembang 15 Oktober 2013
10 Dzulhijjah 1434H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar